oleh Suryani Hanum Sidabutar
Nyanyi sunyi (1937) merupakan satu dari dua
kumpulan puisi tunggal karya Amir Hamzah. Antologi puisi ini berisi 25 sajak
yang, sesuai dengan judul buku itu, hampir semua berkisah tentang kesunyian. Judul-
judulnya yaitu: Sunji Itu Duka, Padamu djua, Barangkali, Hanja Satu,
Permainanmu, Tetapi Aku, Karena Kasihmu, Sebab Dikau, Doa, Hanjut Aku, Taman
Dunia, Terbuka Bunga, Mengawan, Pandji dihadapanku, Memudji Dikau, Kurnia, Doa
Pojangku, Turun Kembali, Batu Belah, Di dalam Kelam, Ibuku Dehulu, Insjaf,
Subuh, Hari menuai, dan Astana rela. Akan tetapi hanya sebagian dari puisi-puisi tersebut yang akan dianalisis.
Puisi-puisi dalam Nyanyi Sunyi mewakili apa yang dirasakan Amir
Hamzah dalam merasakan kesepian, kerinduan akan kampung halaman, dan
keterasingan. Keterasingan itu muncul dan meresap hingga ke dalam jiwanya.
Artinya bukan hanya karena ia menjadi perantau di tanah Jawa, namun
kehidupannya di dunia juga adalah bentuk keterasingan. Puisi-puisi karangan
Amir Hamzah dalam buku nyanyi sunyi
ini menjadi hal yang penting dalam perpuisian di Indonesia yang mengisahkan
tentang kesunyian manusia.
Perasaan Amir Hamzah dalam kesunyian dituangkannya ke dalam salah satu
puisinya, “Sunyi Itu Duka” sebagai berikut:
Sunyi
itu Duka
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu
lampus
Melalui puisi tersebut seolah-olah Amir Hamzah hendak menuangkan
kesunyian, sebagaimana yang ia rasakan. Kesunyian dari berbagai peristiwa yang
ia rasakan. Dalam puisi tersebut, Amir Hamzah menyebut kesunyian adalah duka.
Namun, ia tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan pengertian kesunyian dengan
pemahaman yang lebih dalam, yaitu kesunyian adalah sesuatu yang kudus. Di sini,
Amir Hamzah memasukkan nilai-nilai religius dalam kesunyian itu.
Puisi-puisi Amir Hamzah dalam Nyanyi Sunyi menjadi bukti
bagaimana seorang penyair “membunyikan” kesunyian. Perasaan Amir Hamzah dengan
kesunyian yang kemudian tertulis dalam puisi-puisinya adalah perasaan yang
terjadi dengan manusia dalam berbagai peristiwa dan kondisi.
Nilai-nilai religius juga muncul dalam puisi Amir Hamzah sebagaimana
tergambar dalam puisi “Padamu Jua”. Puisi ini mengisahkan kerinduan manusia
pada Tuhan. Dalam puisi ini tampak bagaimana Amir Hamzah menggunakan kata-kata
yang keras dan lembut. Kata-kata
keras dalam puisi ini tertulis pada bait kelima:
Engkau cemburu
Engkau Ganas
Mangsa aku dalam
cakarmu
Bertukar tangkap
dengan lepas
Akan tetapi, Amir Hamzah bukan hendak memunculkan kemarahannya dalam
puisi itu. Ungkapan itu adalah puncak kerinduan yang sangat, di mana manusia
ingin menyatu dengan Tuhannya. Puncak kerinduan yang muncul seolah amarah itu
kemudian ia tutup dengan kelembutan di bait terakhir puisinya:
Kasihmu
sunyi
Menunggu
seorang diri
Lalu
waktu-bukan giliranku
Mati hari-bukan
kawanku….
Amir Hamzah justru bermain-main dan mengeksplorasi pantun sebagai
ekspresi personal dalam puisinya. Ia seperti tidak hendak putus dengan tradisi
sastra masa lalu. Meskipun menggunakan pantun sebagai basis ekspresi dalam
karyanya, puisinya berhasil melampaui tradisi pantun itu sendiri. Dan
kebebasannya sebagai seorang penyair membuatnya bebas untuk menggunakan
kata-kata kuno yang jarang digunakan.
Puisi-puisi dalam Nyanyi mewakili krisis kejiwaan yang
disebabkan oleh cintanya yang pupus. Krisis kejiwaan tersebut juga mungkin
disebabkan oleh kematian ayahnya. Di luar latar belakang proses penulisannya
puisi-puisi dalam Nyanyi Sunyi tampak matang, baik dari segi
teknis maupun dari segi intelektual.
Hal yang lebih penting dalam Nyanyi Sunyi adalah kebebasan Amir
Hamzah dalam menggunakan bahasa. Amir Hamzah mencapai puncak estetis dengan
melalui bahasa yang bertentangan dengan gaya
Melayu tradisional tanpa meninggalkan sama sekali tradisi Melayu itu sendiri.
Dalam Nyanyi Sunyi,
cinta dunia yang tidak sampai dilukiskannya mendapat keredaan di dalam nur
Ilahi” (2004:149).
Puisi Amir Hamzah juga sangat
berlandasan pada ketuhanan, dorongan cinta, kasih sayang dan ungkapan-ungkapan asmara. Tema itu terlihat
pada puisi Amir Hamzah yang berjudul “Doa”, di bawah ini dapat dilihat
kata-kata dan isi yang berlandasan pada ketuhanan.
Dengan apakah
kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja
samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas pajah
terik.
Angin malam
mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa, menayang pikir, membawa angan
ke bawah kursimu.
Hatiku terang
menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka
menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak kelopak.
Aduh, kekasihku,
isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku
sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Kedalaman rasa ketuhanan nampak dalam
pemilihan kata, ungkapan, lambang, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair.
Unsur-unsur tersebut menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan.
Puisi itu juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi seluruh
kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan sang penyair akan
Tuhannya, dapat dirasakan secara nyata dalam puisi tersebut.
Pada puisi Amir Hamzah yang berjudul “
Memuji Dikau “ juga terlihat tema ketuhanan/religius di dalamnya. Puisi
tersebut sebagai berikut:
MEMUJI DIKAU
Kalau aku memuji dikau, dengan mulut tertutup mata
terkatup,
Sujudlah
segalaku, diam terbelam, di dalam alam asmara raya.
Turun
kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Di
kucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara
sayang semata.
Selagi
hati bernyanyi, sepanjang sujud semua
segala, bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku…
Dan,
Iapun melayang
pulang
Semata cahaya,
Lidah api
dilingkung kaca,
Menuju
restu, sempana sentosa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi
Amir Hamzah pada Buku Nyanyian Sunyi mewakili
apa yang dirasakan Amir Hamzah dalam merasakan kesepian, kerinduan akan kampung
halaman, dan keterasingan. Keterasingan itu muncul dan meresap hingga ke dalam
jiwanya. Artinya bukan hanya karena ia menjadi perantau di tanah Jawa, namun
kehidupannya di dunia juga adalah bentuk keterasingan. Pada puisi-puisinya juga terdapat nilai-nilai
religius/ketuhanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Coretan Koment Anda