Kamis, 08 Desember 2011

ANALISIS BUKU NYANYI SUNYI AMIR HAMZAH


oleh Suryani Hanum Sidabutar
Nyanyi sunyi (1937) merupakan satu dari dua kumpulan puisi tunggal karya Amir Hamzah. Antologi puisi ini berisi 25 sajak yang, sesuai dengan judul buku itu, hampir semua berkisah tentang kesunyian. Judul- judulnya yaitu: Sunji Itu Duka, Padamu djua, Barangkali, Hanja Satu, Permainanmu, Tetapi Aku, Karena Kasihmu, Sebab Dikau, Doa, Hanjut Aku, Taman Dunia, Terbuka Bunga, Mengawan, Pandji dihadapanku, Memudji Dikau, Kurnia, Doa Pojangku, Turun Kembali, Batu Belah, Di dalam Kelam, Ibuku Dehulu, Insjaf, Subuh, Hari menuai, dan Astana rela. Akan tetapi hanya sebagian dari puisi-puisi tersebut yang akan dianalisis.
Puisi-puisi dalam Nyanyi Sunyi mewakili apa yang dirasakan Amir Hamzah dalam merasakan kesepian, kerinduan akan kampung halaman, dan keterasingan. Keterasingan itu muncul dan meresap hingga ke dalam jiwanya. Artinya bukan hanya karena ia menjadi perantau di tanah Jawa, namun kehidupannya di dunia juga adalah bentuk keterasingan. Puisi-puisi karangan Amir Hamzah dalam buku nyanyi sunyi ini menjadi hal yang penting dalam perpuisian di Indonesia yang mengisahkan tentang kesunyian manusia.
Perasaan Amir Hamzah dalam kesunyian dituangkannya ke dalam salah satu puisinya, “Sunyi Itu Duka sebagai berikut:
Sunyi itu Duka
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Melalui puisi tersebut seolah-olah Amir Hamzah hendak menuangkan kesunyian, sebagaimana yang ia rasakan. Kesunyian dari berbagai peristiwa yang ia rasakan. Dalam puisi tersebut, Amir Hamzah menyebut kesunyian adalah duka. Namun, ia tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan pengertian kesunyian dengan pemahaman yang lebih dalam, yaitu kesunyian adalah sesuatu yang kudus. Di sini, Amir Hamzah memasukkan nilai-nilai religius dalam kesunyian itu.
Puisi-puisi Amir Hamzah dalam Nyanyi Sunyi menjadi bukti bagaimana seorang penyair “membunyikan” kesunyian. Perasaan Amir Hamzah dengan kesunyian yang kemudian tertulis dalam puisi-puisinya adalah perasaan yang terjadi dengan manusia dalam berbagai peristiwa dan kondisi.
Nilai-nilai religius juga muncul dalam puisi Amir Hamzah sebagaimana tergambar dalam puisi “Padamu Jua”. Puisi ini mengisahkan kerinduan manusia pada Tuhan. Dalam puisi ini tampak bagaimana Amir Hamzah menggunakan kata-kata yang keras dan lembut. Kata-kata keras dalam puisi ini tertulis pada bait kelima:
Engkau cemburu
Engkau Ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Akan tetapi, Amir Hamzah bukan hendak memunculkan kemarahannya dalam puisi itu. Ungkapan itu adalah puncak kerinduan yang sangat, di mana manusia ingin menyatu dengan Tuhannya. Puncak kerinduan yang muncul seolah amarah itu kemudian ia tutup dengan kelembutan di bait terakhir puisinya:
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu-bukan giliranku
Mati hari-bukan kawanku….
Amir Hamzah justru bermain-main dan mengeksplorasi pantun sebagai ekspresi personal dalam puisinya. Ia seperti tidak hendak putus dengan tradisi sastra masa lalu. Meskipun menggunakan pantun sebagai basis ekspresi dalam karyanya, puisinya berhasil melampaui tradisi pantun itu sendiri. Dan kebebasannya sebagai seorang penyair membuatnya bebas untuk menggunakan kata-kata kuno yang jarang digunakan.
Puisi-puisi dalam Nyanyi mewakili krisis kejiwaan yang disebabkan oleh cintanya yang pupus. Krisis kejiwaan tersebut juga mungkin disebabkan oleh kematian ayahnya. Di luar latar belakang proses penulisannya puisi-puisi dalam Nyanyi Sunyi tampak matang, baik dari segi teknis maupun dari segi intelektual.
Hal yang lebih penting dalam Nyanyi Sunyi adalah kebebasan Amir Hamzah dalam menggunakan bahasa. Amir Hamzah mencapai puncak estetis dengan melalui bahasa yang bertentangan dengan gaya Melayu tradisional tanpa meninggalkan sama sekali tradisi Melayu itu sendiri.
Dalam Nyanyi Sunyi, cinta dunia yang tidak sampai dilukiskannya mendapat keredaan di dalam nur Ilahi” (2004:149).
Puisi Amir Hamzah juga sangat berlandasan pada ketuhanan, dorongan cinta, kasih sayang dan ungkapan-ungkapan asmara. Tema itu terlihat pada puisi Amir Hamzah yang berjudul “Doa”, di bawah ini dapat dilihat kata-kata dan isi yang berlandasan pada ketuhanan.

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas pajah terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa, menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Kedalaman rasa ketuhanan nampak dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair. Unsur-unsur tersebut menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dan Tuhan. Puisi itu juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi seluruh kalbunya. Tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan sang penyair akan Tuhannya, dapat dirasakan secara nyata dalam puisi tersebut.
Pada puisi Amir Hamzah yang berjudul “ Memuji Dikau “ juga terlihat tema ketuhanan/religius di dalamnya. Puisi tersebut sebagai berikut:
MEMUJI DIKAU
Kalau aku memuji dikau, dengan mulut tertutup mata terkatup,
Sujudlah segalaku, diam terbelam, di dalam alam asmara raya.
Turun kekasihmu, mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Di kucupnya bibirku, dipautnya bahuku, digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua  segala, bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku…
Dan,
Iapun melayang pulang
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi Amir Hamzah pada Buku Nyanyian Sunyi mewakili apa yang dirasakan Amir Hamzah dalam merasakan kesepian, kerinduan akan kampung halaman, dan keterasingan. Keterasingan itu muncul dan meresap hingga ke dalam jiwanya. Artinya bukan hanya karena ia menjadi perantau di tanah Jawa, namun kehidupannya di dunia juga adalah bentuk keterasingan. Pada puisi-puisinya juga terdapat nilai-nilai religius/ketuhanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Coretan Koment Anda